SEOsatu – ngerasa udah all out, udah pasang target, doa tiap malam, kirim CV ke sana-sini, tapi tetep aja ditolak? Dulu, aku pernah ngalamin itu.
Kerja impian yang dari dulu aku idam-idamin, yang katanya prestigious, mapan, ada tunjangan, dan bikin orang tua bangga—ternyata bukan jalanku. Tapi justru dari kegagalan itu, aku malah nemuin jalan hidup yang lebih cocok: jadi freelancer.
Table of Contents
Mimpi yang Dipupuk dari Kuliah
Waktu kuliah, aku punya mimpi kerja di salah satu BUMN gede. Kayak yang lainnya lah, motivasinya sederhana: gaji tetap, jaminan pensiun, dan gengsi. Tiap buka Instagram, temen-temen pada update “Alhamdulillah lulus tes PLN”, “Officially bagian HR Pertamina,” dan semacamnya.
Aku mikir, “Oke, harusnya bisa nyusul.” Jadi aku ikutan pelatihan, beli buku tes, latihan soal TKD, sampai ikut bimbingan khusus masuk BUMN. Bayarannya nggak murah, tapi kupikir worth it lah demi masa depan.
Tapi hidup bilang lain.
Rangkaian Kegagalan yang Bikin Patah
Tes pertama, gagal di tahap administrasi. Tes kedua, gagal di tahap psikotes. Tes ketiga, udah lolos sampai interview akhir, tapi tetap dinyatakan “belum rezeki”. Rasanya campur aduk bro. Marah, sedih, ngerasa nggak berguna. Padahal aku udah usaha keras.
Waktu itu, aku nanya ke diri sendiri:
“Aku salah di mana?”
Padahal IPK aman, organisasi aktif, pengalaman kerja juga ada.
Tapi hidup nggak selalu logis, kan?
Titik Balik: Kepepet & Internet
Karena udah kelamaan nganggur, orang tua mulai khawatir. Ada yang mulai nyaranin jadi guru les, jualan online, atau bahkan balik kampung bantu kebun. Aku ngerti maksud baik mereka, tapi di dalam hati masih denial.
Sampai suatu malam, aku nemu thread Twitter (sekarang X) soal orang yang dapet penghasilan dari freelance nulis artikel. Dia kerja dari rumah, nentuin jam sendiri, klien dari luar negeri, dibayar dollar. “Masa sih semudah itu?” pikirku.
Tapi aku nyoba. Iseng. Buka akun di Fiverr. Bikin profil seadanya. Tawarkan jasa nulis artikel berbahasa Inggris.
Tiga minggu pertama? Sepi.
Tapi di minggu keempat, ada notifikasi masuk:
“You have a new order.”
Klien dari UK minta artikel 1000 kata tentang travel ke Bali. Fee-nya? $15. Nggak gede, tapi buat aku yang belum pernah digaji, itu rasanya kayak dapet durian runtuh.
Dari Satu Klien, Jadi Banyak
Sejak saat itu, aku mulai seriusin. Pelan-pelan belajar SEO, nulis blog pribadi buat portofolio, dan upgrade kemampuan nulis. Klien mulai berdatangan. Ada yang dari Jerman, US, Singapura. Macem-macem.
Awalnya aku pikir ini cuma pelarian sementara. Tapi makin lama, aku sadar:
“Eh, kok aku justru lebih berkembang di sini ya?”
Aku bisa belajar hal baru tiap hari. Bisa kerja dari mana aja. Nggak terikat jam kantor. Bisa ngatur pendapatan sendiri. Kadang kalau proyek rame, penghasilan bulananku bisa lebih besar dari gaji staf junior di perusahaan besar.
Insight yang Aku Pelajari dari Kegagalan
Dari pengalaman ini, aku sadar satu hal:
Gagal dapet kerja impian bukan akhir dunia. Kadang justru itu pembuka jalan ke sesuatu yang lebih cocok buat kita. Mungkin kamu ngerasa gagal, tapi bisa jadi semesta lagi ngarahin kamu ke jalur lain yang lebih authentic.
Beberapa hal yang aku pelajari:
-
Kerja impian itu bukan selalu kerja mapan.
Kadang “kerja impian” itu cuma hasil konstruksi sosial. Padahal kerja impian yang sesungguhnya adalah kerja yang bikin kamu tumbuh, bukan cuma bertahan. -
Freelance bukan profesi cadangan.
Dulu banyak yang nganggep freelancer itu ‘pengangguran yang dibayar’. Sekarang? Banyak perusahaan gede justru rekrut freelancer karena fleksibel dan lebih efisien. -
Punya skill lebih penting dari punya gelar.
Klien nggak peduli kamu lulusan mana. Mereka cuma lihat: bisa kerjain proyeknya atau nggak. -
Gagal itu bukan kutukan, tapi petunjuk.
Kadang kegagalan itu cara hidup bilang, “Eh, jalan lu bukan di sini. Coba belok.”
Buat Kamu yang Lagi Gagal, Dengerin Ini
Kalau kamu sekarang lagi ngerasa gagal—entah ditolak kerja, gagal interview, atau kehilangan arah—nggak apa-apa. Ambil waktu sebentar buat pause. Tapi jangan berhenti total.
Cari jalur lain. Eksplorasi skill yang kamu punya. Coba tawarin di internet. Dunia sekarang luas banget. Pintu yang satu ketutup, belum tentu pintu yang lain juga kunci.
Aku bukan bilang freelance itu gampang. Ada masa sepi, ada klien rewel, ada invoice yang molor. Tapi kalau kamu jalaninnya dari hati, dan mau terus belajar, hasilnya akan jauh lebih memuaskan daripada sekadar ngejar gelar “kerja mapan”.
Penutup: Kadang Jalan Pintas Itu Justru Lebih Panjang
Kalau waktu itu aku keterima kerja impian, mungkin aku nggak pernah belajar bikin portofolio, nggak pernah punya klien dari luar negeri, dan nggak pernah tahu rasanya kerja sambil ngopi di warung kecil pinggir sawah sambil denger jangkrik malam.
Jadi, bro… gagal itu bukan akhir. Kadang, itu cuma tanda bahwa kita harus belok dikit.
Dan siapa tahu, belokan itu justru jalan menuju hidup yang lebih “kamu banget”.