Regulasi dan Tantangan Pengawasan Pinjol di Indonesia: Legal vs Ilegal

Regulasi dan Tantangan Pengawasan Pinjol di Indonesia: Legal vs Ilegal

Published 14/11/25 · Read 5 minute

Pinjaman daring (peer-to-peer lending atau pinjol) kini menjadi salah satu tulang punggung ekosistem keuangan digital Indonesia.

Namun di balik pertumbuhan cepat ini, muncul tantangan besar: penyalahgunaan, pinjol ilegal, dan lemahnya perlindungan konsumen.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga pertengahan 2025 terdapat 105 perusahaan pinjol berizin resmi, namun jumlah pinjol ilegal yang diblokir sejak 2018 sudah melebihi 7.000 aplikasi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pengawasan hukum masih berpacu dengan inovasi digital yang sangat cepat.


1. Apa Itu Pinjol Legal dan Ilegal?

Pinjol Legal

Pinjol legal adalah penyelenggara peer-to-peer lending yang:

  • Terdaftar dan diawasi oleh OJK sesuai POJK No.10/POJK.05/2022.

  • Mempunyai alamat kantor dan identitas pengurus jelas.

  • Menjalankan prinsip transparansi, perlindungan data pribadi, dan penagihan etis.

  • Melaporkan data ke Fintech Data Center (FDC) agar aktivitasnya dapat dipantau.

Pinjol legal wajib membatasi bunga maksimal 0,4% per hari, dengan tenor, biaya, dan risiko disampaikan secara terbuka kepada konsumen.

Pinjol Ilegal

Sebaliknya, pinjol ilegal beroperasi tanpa izin OJK.
Ciri-cirinya:

  • Tidak mencantumkan identitas perusahaan.

  • Mengakses data pribadi pengguna (kontak, galeri, lokasi) secara agresif.

  • Menetapkan bunga tinggi hingga 1–2% per hari.

  • Melakukan penagihan dengan intimidasi dan penyebaran data.

Pinjol ilegal kerap berpindah-pindah platform (website, Telegram, bahkan DM media sosial) untuk menghindari pemblokiran.


2. Mengapa Pinjol Ilegal Masih Marak?

Ada beberapa alasan mengapa pinjol ilegal sulit diberantas:

  1. Permintaan tinggi dan akses mudah.
    Masyarakat yang tidak lolos verifikasi pinjol legal tetap membutuhkan uang cepat. Pinjol ilegal memanfaatkan celah ini.

  2. Kesadaran hukum rendah.
    Banyak pengguna tidak tahu cara memeriksa izin OJK, atau tidak peduli selama uang cepat cair.

  3. Adaptasi cepat.
    Begitu satu situs ditutup, operator ilegal bisa membuat domain baru dalam hitungan jam.

  4. Keterbatasan koordinasi antar-lembaga.
    Pengawasan melibatkan OJK, Kominfo, BI, bahkan Kepolisian — namun belum sepenuhnya terintegrasi.

READ :  Apa Itu Sistem Skoring di Pinjaman Online + Cara Kerjanya?

3. Peran OJK dan Regulasi Resmi

a. OJK sebagai Pengawas Utama

OJK bertanggung jawab mengatur dan mengawasi seluruh aktivitas pinjaman berbasis teknologi di Indonesia.
Fungsi utamanya mencakup:

  • Penerbitan izin usaha bagi penyelenggara.

  • Pemantauan rasio pinjaman macet (TWP90).

  • Perlindungan konsumen dan penyelesaian sengketa.

  • Koordinasi dengan Satgas Waspada Investasi (SWI) untuk menindak pinjol ilegal.

b. Regulasi Pokok

Beberapa regulasi penting:

  • POJK No.10/POJK.05/2022 → Mengatur penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

  • SEOJK No.18/SEOJK.02/2017 → Pedoman tata kelola, keamanan data, dan penagihan.

  • UU Perlindungan Data Pribadi (UU No.27 Tahun 2022) → Melindungi konsumen dari kebocoran informasi pribadi.


4. Tantangan dalam Pengawasan

Meskipun regulasi sudah ada, implementasinya menghadapi berbagai kendala:

a. Volume dan Kecepatan Teknologi

Pertumbuhan aplikasi finansial baru sangat cepat, sementara proses perizinan dan penindakan membutuhkan waktu.
Akibatnya, banyak aplikasi beroperasi “abu-abu” sebelum diawasi.

b. Penagihan di Lapangan

Walaupun pinjol legal wajib menagih dengan sopan, masih ada keluhan terkait tekanan psikologis.
Menjaga etika penagihan ribuan kolektor digital bukan hal mudah bagi OJK.

c. Literasi dan Kesadaran Publik

Masih banyak masyarakat yang tidak memahami perbedaan pinjol legal dan ilegal.
Kurangnya literasi ini memperlebar celah bagi pelaku kejahatan finansial.

d. Keterbatasan Penegakan Hukum Siber

Pinjol ilegal kerap berbasis di luar negeri, sehingga pemblokiran IP dan pelacakan hukum lintas negara menjadi rumit.


5. Upaya Pemerintah dan SWI

Satgas Waspada Investasi (SWI) merupakan lembaga lintas instansi yang beranggotakan OJK, Kominfo, BI, dan Kepolisian.
Dalam 2025, SWI telah:

  • Menutup lebih dari 1.200 situs pinjol ilegal baru.

  • Meningkatkan kerja sama dengan Google dan Meta untuk menghapus iklan pinjol ilegal.

  • Membuka layanan pelaporan cepat melalui website dan hotline 157.

Selain penindakan, pemerintah juga memperkuat sisi edukasi publik:
kampanye “Pinjam Bijak, Bukan Terjebak”, edukasi di kampus, dan kolaborasi dengan influencer finansial untuk mendorong literasi digital.


6. Perlindungan Konsumen dan Kewajiban Pengguna

Regulasi tidak bisa berjalan efektif tanpa partisipasi masyarakat.
Pengguna pinjol juga memiliki kewajiban moral dan hukum:

  1. Memeriksa legalitas penyedia.
    Kunjungi situs resmi www.ojk.go.id dan lihat daftar fintech berizin.

  2. Membaca syarat dan ketentuan.
    Jangan hanya klik “setuju”. Pastikan paham bunga, biaya, dan risiko.

  3. Menjaga data pribadi.
    Jangan mengizinkan aplikasi mengakses kontak atau galeri, kecuali dari penyedia resmi.

  4. Membayar tepat waktu.
    Karena keterlambatan berdampak pada skor kredit nasional (SLIK).

READ :  Mengatur Keuangan Saat Pindah Rumah atau Renovasi

7. Arah Kebijakan ke Depan

OJK sedang mengembangkan Pusat Data Fintech Terpadu, yang akan:

  • Menghubungkan semua data pinjaman antar-platform.

  • Mengidentifikasi perilaku kredit pengguna.

  • Mencegah seseorang meminjam di banyak aplikasi secara bersamaan.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan regulasi Paylater & BNPL (Buy Now Pay Later) agar tidak terjadi over-lending di sektor konsumtif.

Pendekatan ini diharapkan bisa menciptakan ekosistem yang sehat, transparan, dan inklusif: teknologi berkembang, tetapi tetap berpihak pada perlindungan konsumen.


Kesimpulan

Fenomena pinjol adalah cermin dari transformasi digital di Indonesia: inovasi keuangan yang tumbuh cepat, tapi belum seluruhnya terkendali.
Perbedaan antara pinjol legal dan ilegal bukan sekadar status izin, melainkan soal perlindungan, etika, dan keadilan finansial.

Selama masyarakat masih mencari solusi keuangan cepat tanpa edukasi, pinjol ilegal akan terus muncul.
Karena itu, keberhasilan pengawasan tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga pada kesadaran publik dan tanggung jawab bersama.

Pinjol bisa menjadi alat pemberdayaan ekonomi — asalkan dikelola secara legal, diawasi dengan baik, dan digunakan secara bijak.


FAQs

1. Bagaimana cara mengecek apakah pinjol legal atau ilegal?
Kunjungi situs www.ojk.go.id → menu “Fintech Lending Berizin”. Pastikan nama perusahaan tercantum. Jika tidak ada, itu berarti ilegal.

2. Apakah pinjol ilegal bisa dilaporkan ke polisi?
Ya. Laporan bisa diajukan melalui Satgas Waspada Investasi (SWI), Kepolisian, atau Kominfo. Bukti chat, pesan ancaman, dan tangkapan layar penting untuk dilampirkan.

3. Apakah pinjol legal boleh mengakses kontak atau galeri HP?
Tidak. Berdasarkan regulasi OJK, pinjol legal hanya boleh mengakses kamera, mikrofon, dan lokasi untuk verifikasi — bukan kontak pribadi.

4. Mengapa pemerintah belum bisa menutup semua pinjol ilegal?
Karena pelaku sering berganti nama, server di luar negeri, dan menyebar lewat media sosial atau aplikasi pesan yang sulit diawasi.

5. Apa yang harus dilakukan jika sudah terlanjur meminjam di pinjol ilegal?
Segera hentikan komunikasi, jangan bayar, dan laporkan ke SWI. Jika ada intimidasi, laporkan juga ke kepolisian.

READ :  Dampak Pinjaman Online terhadap Psikologis Peminjam

6. Apakah pinjol legal dijamin aman?
Aman secara hukum, tapi tetap harus digunakan dengan bijak. Pinjol legal tetap bisa menjadi beban jika pengguna tidak menghitung kemampuan bayar.