3 Kisah Cinta Pasangan Kudus dalam Alkitab

Mungkin kita berpikir sah-sah saja berpacaran asalkan merasa cinta. Kita tidak sadar bahwa sebelum berpacaran, seharusnya kita mendoakan orang yang kita cintai tersebut kepada Allah.

Mungkin kita juga berpikir ketika perasaan cinta itu pudar, maka itulah saatnya untuk putus. Kita tidak sadar bahwa hubungan itu harus dipelihara.

Mulai ketika cinta monyet di masa sekolah, berpacaran di masa kuliah, hingga kembali jomblo setelah lulus, kita telah merasakan perjalanan emosional yang berliku-liku. Kita akan sampai pada sebuah titik di mana kita merasa sepertinya Allah sudah tidak mengasihi kita.

Mengapa orang lain bisa berhasil dalam membangun hubungan dan kita selalu gagal? Selain itu, mengapa akhirnya bukan hanya kita saja yang sakit hati, melainkan kita juga membuat mantan-mantan pasangan kita sakit hati? Padalah, kiat serius dalam menjalin hubungan.

Mengapa kita tidak memahami pandangan ayat alkitab tentang cinta kepada pacar, dan mengapa kita tidak belajar dari pernikahan kudus di dalam Alkitab untuk mencari tahu pemikiran Allah? Di sini mari kita sama-sama belajar tentang kisah pasangan kudus di dalam Alkitab.

 

1. Ishak dan Ribka
Ribka adalah perempuan dari suku yang sama dengan Abraham. Dia dipilih oleh hamba Abraham untuk jadi istri bagi Ishak (putra Abraham) setelah hamba menanyakannya pada Allah melalui doa.

Di sini kita bisa melihat sebuah prinsip yang sangat penting untuk sebuah hubungan: pilihlah pasangan di antara orang-orang percaya. Memilih pasangan bukan secara acak atau berdasarkan perasaan saja, tapi harus berdasarkan doa yang dilakukan dengan setia.

Bila kita memilih bersama dengan orang yang belum percaya, kita akan menghadapi perbedaan prinsip dan kepercayaan, atau lebih parahnya lagi, bisa saja kita jadi mengikuti tradisi kepercayaan mereka dan meninggalkan ajaran Allah.

Hal kedua yang bisa kita pelajari dari hubungan Ishak dan Ribka adalah: cinta adalah sebuah keputusan. Meski Ishak dan Ribka belum pernah bertemu, mereka dapat saling mencintai sepanjang hidup. Di zaman itu, cukup banyak laki-laki untuk memiliki lebih dari seorang istri, tapi Ishak memilih menghabiskan hidupnya hanya dengan Ribka.

READ :  Pengalaman Berwisata di Daerah Pegunungan

Hubungan pernikahan mereka menunjukkan bahwa saat Anda memutuskan mencintai seseorang dan mengikatnya dengan janji suci, kita dapat percaya bahwa Allah akan terus memampukan kita untuk terus mencintai satu sama lain, bahkan ketika berbagai kesulitan muncul di dalam pernikahan.

 

2. Yusuf dan Maria
Ketika Maria mengandung Yesus dari Roh Kudus, Yusuf enggan menceraikan Maria terang-terangan guna menjaga keselamatan Maria. Sebab, bila seorang perempuan melakukan zina dengan laki-laki lain yang bukan pasangannya, mereka berhak bercerai secara terang-terangan dan sang perempuan akan dirajam sampai mati.

Yusuf tak melakukan hal itu karena dia mencintai Maria dan takut akan Allah. Maria juga merupakan perempuan yang takut akan Allah, dan bersedia menanggung risiko dari mengandung Yesus. Mencintai seseorang harus dibuktikan dengan tindakan. Yusuf membuktikan cintanya ke Maria dengan menghormati, melindungi, dan menikahinya.

Saat orang-orang jahat mencari-cari mereka untuk membunuh bayi Yesus, mereka saling menopang melewati segala tantangan. Yusuf dan Maria adalah contoh pasangan yang takut akan Allah, yang bersama melewati masa-masa suka dan duka.

Semua itu mereka lakukan bagi Allah semata. Betapa indahnya memiliki pasangan yang seiman dan yang bisa menjaga komitmennya terhadap Kristus dan kepada pasangannya.

 

3. Zakharia dan Elisabet
Menurut Lukas 1, Zakharia dan Elisabet merupakan pasangan yang tetap setia melayani Allah meski telah lanjut usia. Secara khusus, kita bisa mengingat kisah saat Zakharia menjabat sebagai imam dan malaikat Allah datang kepadanya kemudian memberitahunya bahwa doanya sudah dijawab: Allah akan mengaruniakannya seorang anak.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa Allah selalu mendengar doa-doa kita. Tapi, bagaimana Allah menjawabnya adalah tergantung pada kehendak-Nya.

Dalam kisah ini, kita juga bisa melihat kelemahan Zakharia dan Elisabet. Zakharia jadi bisu untuk sementara waktu karena kurang percaya, kemudian Elisabet juga takut untuk menceritakan kepada orang lain mengenai kehamilannya.

Namun, meski memiliki kelemahan, itu tidak menjadi hambatan bagi Allah untuk menggunakan mereka untuk menggenapi rencana-Nya. Saat bayi mereka lahir, mereka menaati Allah dan menamai bayi tersebut dengan nama Yohanes.

Setelah berdoa bertahun-tahun untuk memiliki buah hati, Zakharia dan Elisabet rela memberikan anak mereka bagi pekerjaan Allah, dan taat kepada Allah dalam memberikan nama bagi anak mereka. Penyerahan diri seperti itulah yang perlu aku pelajari.