Herding behavior adalah kecenderungan manusia untuk mengikuti keputusan mayoritas, terutama dalam situasi yang tidak pasti, tanpa mempertimbangkan informasi atau analisis sendiri.
Fenomena ini sering terlihat di dunia keuangan:
-
Investor membeli saham yang sedang naik karena banyak orang melakukannya.
-
Masyarakat ramai-ramai menarik uang dari bank karena ada isu tidak sehat.
-
Konsumen membeli produk tertentu hanya karena viral.
Mengapa Herding Behavior Terjadi?
Ada beberapa alasan psikologis mengapa orang ikut-ikutan:
-
Rasa Aman dalam Kelompok
Mengikuti mayoritas memberi rasa aman karena merasa “kalau salah, kita salah bersama”. -
Kurangnya Informasi
Saat informasi terbatas, orang cenderung meniru keputusan orang lain. -
Fear of Missing Out (FOMO)
Takut ketinggalan peluang mendorong orang ikut tren. -
Tekanan Sosial
Takut dinilai berbeda atau salah oleh orang lain.
Dampak Herding Behavior dalam Keuangan
-
Harga Aset Tidak Rasional
Terjadi gelembung harga (bubble) ketika terlalu banyak orang membeli aset tanpa analisis. -
Kepanikan Massal
Penurunan harga kecil bisa memicu aksi jual besar-besaran. -
Peluang Hilang
Ikut-ikutan tanpa strategi sering membuat kita masuk di harga puncak dan keluar di harga bawah. -
Kehilangan Identitas Finansial
Keputusan keuangan jadi tidak sesuai tujuan pribadi.
Contoh Nyata Herding Behavior
-
Krisis Finansial 1998 di Indonesia
Banyak orang menarik uang dari bank secara bersamaan karena rumor kebangkrutan, membuat kondisi semakin parah. -
Bitcoin 2017 & 2021
Lonjakan harga besar sebagian besar didorong oleh pembelian massal karena FOMO, diikuti penurunan tajam. -
Euforia Saham IPO
Banyak investor membeli saham IPO hanya karena ramai dibicarakan, bukan karena kinerja perusahaan.
Sisi Positif Herding Behavior
Walaupun sering merugikan, perilaku ikut-ikutan kadang bermanfaat:
-
Mengurangi waktu analisis ketika situasi mendesak.
-
Menunjukkan arah tren pasar.
-
Memberi rasa aman bagi investor pemula.
Namun, manfaat ini terbatas jika tidak diiringi pemahaman risiko.
Sudut Pandang Baru: Herding di Era Media Sosial
Media sosial mempercepat dan memperkuat herding behavior:
-
Informasi viral tersebar cepat, sering tanpa verifikasi.
-
Influencer keuangan mempengaruhi ribuan pengikut.
-
Komunitas online menciptakan “echo chamber” yang memperkuat keyakinan kolektif.
Bahkan, satu unggahan TikTok atau Twitter bisa memicu kenaikan harga saham dalam hitungan jam.
Cara Menghindari Herding Behavior
1. Tetapkan Tujuan Keuangan Pribadi
Punya visi jangka panjang agar tidak tergoda tren sesaat.
2. Lakukan Analisis Sendiri
Gunakan data, laporan keuangan, dan riset sebelum mengambil keputusan.
3. Pahami Risiko
Setiap peluang punya risiko. Jangan hanya melihat keuntungan yang diiklankan.
4. Diversifikasi Investasi
Sebar portofolio agar tidak terlalu terpengaruh oleh satu tren.
5. Latih Disiplin Emosi
Belajar menahan diri meski tren sedang ramai.
Pengalaman Pengguna: Lepas dari Efek Ikut-Ikutan
Rina, 27 tahun, pernah membeli saham teknologi karena viral di media sosial.
Awalnya untung cepat, tapi harga jatuh 40% dalam 3 bulan. Setelah belajar dari pengalaman:
-
Ia mulai menganalisis laporan keuangan.
-
Membatasi alokasi modal untuk tren maksimal 10%.
-
Hasilnya, portofolionya lebih stabil meski tren pasar berubah.
FAQ: Herding Behavior
Q1: Apakah herding behavior selalu buruk?
Tidak selalu, tapi sering membuat keputusan tidak rasional.
Q2: Mengapa FOMO kuat memicu herding?
Karena otak manusia lebih takut kehilangan peluang daripada merasakan kerugian.
Q3: Bagaimana cara membedakan tren sehat dan bubble?
Lihat fundamental aset. Jika harga naik tanpa dukungan kinerja, kemungkinan itu bubble.
Q4: Apakah investor profesional juga bisa terjebak?
Ya. Bahkan manajer investasi pun bisa terpengaruh oleh tren pasar.
Kesimpulan
Herding behavior adalah perilaku ikut-ikutan yang sering membuat keputusan keuangan menjadi tidak rasional.
Di era media sosial, efek ini semakin kuat karena informasi dan emosi menyebar cepat.
Kunci untuk menghindarinya adalah disiplin, analisis data, dan fokus pada tujuan keuangan pribadi.
Mengikuti kerumunan tidak selalu salah, tapi pastikan langkah Anda berdasarkan logika, bukan sekadar arus.