Jam 10 malam, tiba-tiba bocor ban motor. Di grup chat, muncul rekomendasi “Pinjam aja di Aplikasi X, cair cepat, bunganya kecil kok.” Kita tahu riba itu haram — tapi gimana kalau ada pinjol yang klaim “syariah”? Pinjol syariah: solusi finansial menurut agama, atau cuma bungkus halal-halalan?
Artikel ini ngajak kamu kelar-kelar soal itu: dasar syariahnya apa, bedanya dengan pinjol biasa, model yang bener-bener sesuai syariah, sampai tips praktis agar gak salah pilih.
Cerita nyata
Siti, ibu muda, butuh Rp2 juta untuk operasi kecil ibunya. Dia nggak punya tabungan cukup dan malu minta ke keluarga. Di playstore, ketemu aplikasi bertuliskan “Pinjaman Syariah — Tanpa Riba”. Tentu lega. Namun saat baca syarat, ada “biaya layanan 1%/hari” yang dihitung menumpuk kalau telat.
Siti bingung: apakah itu masih halal? Intinya: label “syariah” belum tentu menjamin praktiknya sesuai prinsip Islam. Makanya kita harus paham dasarnya dulu.
Prinsip-prinsip keuangan syariah yang penting
Supaya nggak ngawur, ini prinsip kunci yang dipakai ulama dan lembaga keuangan syariah:
-
Larangan riba — bunga atas pinjaman dilarang. Bunga tetap atau bunga yang menumpuk itu masuk riba.
-
Larangan gharar — ketidakjelasan/ketidakpastian yang berlebihan dilarang (mis. kontrak yang nggak jelas jumlah & mekanisme).
-
Larangan maisir — spekulasi dan judi dilarang.
-
Keadilan dan transparansi — akad harus jelas: siapa kewajiban & haknya, mekanisme bagi hasil kalau ada.
-
Prinsip muamalat (transaksi) — boleh melakukan jual-beli, sewa, bagi hasil, hibah, dll, selama akad jelas dan tidak merugikan pihak manapun.
Kalau sebuah produk pinjaman melanggar riba atau penuh gharar, maka dari sudut syariah produk itu bermasalah.
Pinjol konvensional vs prinsip syariah: apa bedanya?
-
Pinjol konvensional: umumnya mengenakan bunga (interest) dan sederet biaya yang bisa menumpuk; mekanisme denda sering bersifat penalti finansial. Dalam banyak kasus itu dianggap riba.
-
Pinjol “klaim syariah”: pendekatannya harus beda: bukan bunga, melainkan model akad lain (mis. qard hasan, ujrah, murabahah, atau bagi hasil). Tapi perlu hati-hati: ada praktik yang cuma mengganti kata “bunga” jadi “biaya layanan” tanpa mengubah substansi perhitungan — itu patut dicurigai.
Intinya: label syariah saja belum cukup. Lihat akadnya.
Model akad yang umumnya dipakai supaya sesuai syariah
Berikut beberapa model akad yang bisa dipakai fintech syariah untuk memberi dana tanpa riba — lengkap dengan kelebihan & kelemahan singkat:
-
Qard Hasan (pinjaman kebajikan)
-
Prinsip: peminjam mengembalikan pokok saja; pemberi pinjaman bisa mengambil biaya administrasi wajar (ujrah) — tapi tidak boleh berbentuk bunga yang bertambah karena keterlambatan.
-
Cocok untuk: dana darurat kecil.
-
Kelemahan: platform butuh model keberlanjutan (bagaimana platform hidup kalau tidak ada pendapatan dari bunga?). Biasanya ditopang donasi, fee tetap kecil, atau endowment (wakaf).
-
-
Ujrah (fee layanan)
-
Prinsip: platform mengenakan biaya tetap atau persen sebagai imbalan layanan (mis. verifikasi, transfer). Biaya ini harus jelas, proporsional, dan tidak berubah jadi bunga bila telat.
-
Cocok untuk: layanan dengan biaya operasional jelas.
-
Kelemahan: kadang ujrah disusun sedemikian rupa sehingga meniru bunga harian — itu bermasalah.
-
-
Murabahah / Tawarruq (jual beli untuk dapatkan kas)
-
Prinsip: platform membeli barang atas nama peminjam lalu menjualnya kembali dengan margin yang disepakati; peminjam mendapatkan tunai setelah barang dijual. Banyak bank syariah pakai ini untuk pembiayaan konsumtif.
-
Cocok untuk: pembiayaan barang atau kas dengan akad jual-beli.
-
Kelemahan: beberapa ulama menganggap praktik tawarruq bermasalah jika sekadar rekayasa untuk menghasilkan efek seperti bunga.
-
-
Mudarabah / Musyarakah (bagi hasil)
-
Prinsip: pemodal & pelaksana berbagi modal dan keuntungan; risiko rugi ditanggung pemodal (sesuai proporsi).
-
Cocok untuk: modal usaha/UMKM.
-
Kelemahan: nggak cocok untuk kebutuhan tunai kecil darurat karena butuh pembagian keuntungan dan pencatatan usaha.
-
-
Kafalah (jaminan komunitas) / Peer guarantee
-
Prinsip: komunitas menanggung pinjaman anggota; model koperasi syariah & solidaritas lokal.
-
Cocok untuk: komunitas/kelompok kerja yang saling percaya.
-
Apa yang harus dicek kalau ada “pinjol syariah”?
Sebelum klik setuju, cek hal-hal ini:
-
Bentuk akadnya apa? Minta salinan akad (kontrak). Apakah disebut qard, ujrah, murabahah, atau akad lain?
-
Bagaimana perhitungan biaya? Harus jelas: biaya layanan flat atau satu kali, bukan bunga harian yang menumpuk.
-
Apa kebijakan keterlambatan? Di syariah yang ideal: keterlambatan dikenai sanksi administratif minimal, bukan bunga tambahan; seringnya denda diarahkan ke badan sosial/charity, bukan ke keuntungan platform.
-
Apakah ada label/sertifikat syariah? Di Indonesia, DSN-MUI mengeluarkan fatwa terkait produk keuangan syariah; cek apakah ada pendapat DSN atau lembaga audit syariah.
-
Transparansi & audit: apakah platform menyediakan laporan keuangan sederhana atau pernyataan audit syariah?
-
Reputasi & pengaduan: cari tahu testimoni pengguna, bagaimana penyelesaian sengketa, dan jalur pengaduan resmi (OJK, BI, DSN).
-
Apakah platform terdaftar di otoritas? Meskipun bukan jaminan syariah, pendaftaran di OJK/bank sentral menambah kepercayaan.
Kalau jawabannya kabur, mending tunggu atau cari alternatif halal lain.
Ide baru / solusi syariah yang bisa diadopsi fintech
Biar pinjol syariah bukan sekadar label, berikut ide inovatif yang bisa dipakai:
-
Platform Qard Hasan + Wakaf Darurat: gabungkan donasi/wakaf untuk menutupi biaya operasional sehingga pinjaman benar-benar tanpa bunga; dana wakaf dipakai sebagai dana bergulir.
-
Peer-to-peer Musyarakah Digital: investor modal sama pelaku usaha kecil, profit dibagi; untuk kebutuhan modal produktif, bukan konsumtif.
-
Kafalah digital (jaminan komunitas): anggota komunitas digital saling menjamin dengan reputasi, bukan bunga.
-
Sistem penalty to charity: bila ada keterlambatan, denda diarahkan otomatis ke program sosial, bukan ke keuntungan platform — sesuai prinsip non-eksploitasi.
-
Sertifikat Sharia-compliant & audit transparan: audit tahunan oleh Dewan Pengawas Syariah + laporan ringkas ke pengguna.
-
Micro-takaful (asuransi mikro) terintegrasi: untuk menanggung risiko tak terduga sehingga peminjam tak otomatis terbebani.
-
Edu-Fintech (financial literacy terintegrasi): sebelum pencairan, ada modul singkat syariah & budgeting — edukasi wajib sebelum cair.
FAQ ?
1. Semua pinjol itu riba?
Nggak semua. Pinjol konvensional yang pake bunga jelas kena riba. Tapi ada model yang klaim syariah dengan akad berbeda — yang penting cek akad & praktiknya, bukan cuma label.
2. Apa itu qard hasan?
Qard hasan itu pinjaman kebaikan: biasanya tanpa bunga, cuma peminjam balikin pokoknya. Platform butuh model pendanaan lain supaya tetap operasional.
3. Kalau ada “biaya layanan”, itu sama dengan riba?
Belum tentu. Kalau biaya layanan itu sekali bayar jelas jumlahnya dan bukan bentuk bunga yang menumpuk saat telat, masih bisa dibenarkan. Tapi kalau dipakai untuk meniru bunga harian, itu problematik.
4. Tawarruq sering dipakai bank syariah — halal nggak?
Tawarruq adalah teknik jual-beli komoditas untuk dapatkan tunai yang punya kontroversi di kalangan ulama: sebagian menerima dengan syarat ketat, sebagian menolak bila dijadikan cara tetap untuk mensubstitusi pinjaman berbunga. Jika kamu ragu, pilih akad yang lebih sederhana & transparan.
5. Gimana kalau butuh dana darurat tapi mau yang halal?
Coba cari koperasi syariah, program qard hasan di komunitas, atau platform fintech yang jelas akad + punya dewan pengawas syariah dan transparan soal biaya.
6. Kalau sudah terlanjur pinjam di pinjol konvensional, apa yang harus dilakukan?
Prioritaskan pelunasan. Kalau ada niat perbaikan agama/etika, konsultasi dengan ustaz/DSN setempat untuk langkah spiritual (misalnya taubat dan upaya menghindari bunga di masa depan). Dari sisi praktis, atur rencana bayar agar tidak menumpuk.
Kesimpulan
Pinjol tidak otomatis haram atau halal—yang jadi penentu adalah substansi akad dan praktiknya. Kalau strukturnya berupa bunga yang menumpuk, jelas masuk riba → bermasalah menurut syariah.
Namun kalau ada model yang benar-benar mengadopsi akad syariah (qard hasan, ujrah jelas, murabahah yang sah, atau bagi hasil untuk modal usaha) dan dilakukan transparan + diawasi dewan pengawas syariah, maka pinjaman online bisa menjadi solusi halal.
Pesan praktis buat kamu:
- Jangan percaya label “syariah” tanpa cek akad.
- Minta salinan akad dan lihat perhitungan biaya jelas.
- Pilih model qard hasan, koperasi syariah, atau platform dengan audit syariah bila butuh dana darurat halal.
- Utamakan solusi komunitas (kafalah), wakaf darurat, atau simpanan bersama sebagai alternatif yang lebih aman.