Di banyak perusahaan, pemilihan framework backend masih dianggap urusan teknis semata, diserahkan sepenuhnya ke tim developer. Framework dipilih berdasarkan popularitas, ekosistem, atau preferensi pribadi engineer. Masalahnya, keputusan ini hampir selalu berdampak langsung pada biaya server dan operasional jangka panjang, sesuatu yang sering tidak dibicarakan di awal proyek.
CodeIgniter dan Laravel adalah dua framework PHP yang paling sering dibandingkan. Perbandingan biasanya berhenti pada fitur, sintaks, atau “modern vs legacy”. Padahal, di lingkungan perusahaan, pertanyaan yang lebih penting adalah: berapa biaya yang harus dibayar perusahaan agar aplikasi ini tetap hidup, stabil, dan responsif selama bertahun-tahun?
Artikel ini membedah perbandingan CodeIgniter dan Laravel dari sudut pandang yang jarang dibahas secara jujur: biaya server nyata, biaya operasional, dan konsekuensi arsitekturalnya.
Contents
- 1 Perbedaan Filosofi yang Langsung Terasa di Server
- 2 Apa yang Terjadi Saat Aplikasi Mulai Dipakai Secara Nyata
- 3 Server Bukan Hanya CPU dan RAM
- 4 Biaya yang Tidak Pernah Ditulis di Proposal
- 5 Pola Biaya Jangka Menengah: Di Sini Perbedaan Membesar
- 6 Over-Engineering: Biaya yang Paling Sering Tidak Disadari
- 7 Perspektif Manajemen dan CFO
- 8 Contoh Anggaran Proyek Aplikasi Perusahaan
- 9 Kapan Laravel Justru Lebih Masuk Akal Secara Biaya
- 10 Kapan CodeIgniter Justru Menjadi Jebakan
- 11 Framework yang Tepat adalah yang Selaras dengan Realitas Bisnis
- 12 Kesimpulan
- 13 Related Posts
Perbedaan Filosofi yang Langsung Terasa di Server
CodeIgniter dibangun dengan filosofi kesederhanaan. Ia tidak mencoba menyembunyikan PHP di balik lapisan abstraksi besar. Request masuk, diproses, selesai. Hampir semua fitur bersifat opsional dan tidak aktif kecuali dipanggil secara eksplisit.
Laravel sebaliknya. Ia adalah framework full-stack dengan filosofi “developer convenience first”. Dependency injection, service container, facade, event system, queue, scheduler, cache, semuanya adalah bagian inti dari ekosistem. Banyak hal bekerja otomatis, sering kali tanpa developer benar-benar menyadari apa yang berjalan di balik layar.
Perbedaan ini terlihat elegan di kode, tetapi langsung terasa di server.
Apa yang Terjadi Saat Aplikasi Mulai Dipakai Secara Nyata
Pada tahap awal, perbedaan CodeIgniter dan Laravel sering tidak terasa. Aplikasi masih kecil, user masih sedikit, server masih longgar. Masalah muncul ketika aplikasi mulai digunakan secara serius oleh perusahaan.
Pada CodeIgniter, beban server cenderung naik secara linear. Ketika user bertambah, resource usage naik, tapi dengan pola yang relatif bisa diprediksi. Selama tidak ada desain yang buruk, aplikasi masih bisa berjalan lama di spesifikasi server yang sama.
Pada Laravel, beban server sering naik secara non-linear. Sedikit peningkatan traffic bisa memicu kebutuhan baru: caching agar response tidak lambat, queue agar proses berat tidak memblokir request, worker tambahan agar job tidak menumpuk. Setiap solusi ini masuk akal secara teknis, tetapi setiap solusi membawa biaya.
Server Bukan Hanya CPU dan RAM
Kesalahan besar perusahaan adalah menganggap biaya server hanya soal spesifikasi mesin. Dalam praktik, biaya server mencakup banyak hal:
- jumlah service yang harus selalu hidup
- kompleksitas deployment
- risiko service mati tanpa disadari
- waktu engineer untuk maintenance
- biaya troubleshooting dan incident
CodeIgniter, karena kesederhanaannya, jarang membutuhkan service tambahan di luar web server dan database. Laravel hampir selalu mendorong penggunaan komponen pendukung, terutama saat aplikasi mulai sibuk.
Akibatnya, biaya Laravel jarang berhenti di satu server. Ia berkembang menjadi ekosistem kecil yang harus dirawat terus-menerus.
Biaya yang Tidak Pernah Ditulis di Proposal
Saat proposal proyek dibuat, hampir tidak pernah ada baris yang berbunyi:
“Biaya tambahan karena framework membutuhkan cache server”
“Biaya maintenance queue worker”
“Biaya engineer standby untuk monitoring process”
Namun, di Laravel, hal-hal ini hampir pasti muncul seiring waktu. Bahkan jika biaya tersebut kecil per bulan, dalam jangka panjang ia menjadi signifikan, terutama bagi perusahaan dengan margin ketat.
CodeIgniter, karena tidak memaksa arsitektur kompleks, sering lolos dari biaya-biaya tersembunyi ini.
Pola Biaya Jangka Menengah: Di Sini Perbedaan Membesar
Perbedaan CodeIgniter dan Laravel paling terasa bukan di bulan pertama, tetapi di bulan ke-6 sampai ke-24.
Pada banyak kasus CodeIgniter:
- server jarang di-upgrade
- biaya relatif stabil
- incident jarang terjadi
- sistem “tenang”
Pada banyak kasus Laravel:
- server mulai sering penuh
- cache menjadi wajib
- worker harus ditambah
- monitoring harus diperketat
- engineer lebih sering turun tangan
Ini bukan karena Laravel buruk, tetapi karena Laravel dirancang untuk sistem kompleks, sementara banyak aplikasi perusahaan sebenarnya tidak sekompleks itu.
Over-Engineering: Biaya yang Paling Sering Tidak Disadari
Salah satu faktor biaya terbesar bukan framework itu sendiri, tetapi perilaku developer.
Laravel menyediakan banyak fitur yang sangat mudah digunakan. Akibatnya, developer sering tergoda untuk:
- memakai queue “biar rapi”
- memakai event walau alurnya sederhana
- menambahkan cache tanpa analisis
- membangun arsitektur besar untuk masalah kecil
Setiap keputusan ini menambah beban server. Sering kali keputusan tersebut tidak salah secara teknis, tetapi tidak proporsional secara bisnis.
Di CodeIgniter, karena semuanya lebih manual, developer cenderung lebih berhati-hati. Fitur ditambahkan karena kebutuhan, bukan karena tersedia.
Perspektif Manajemen dan CFO
Dari sudut pandang manajemen, framework tidak terlihat. Yang terlihat hanyalah:
- biaya server bulanan
- stabilitas sistem
- frekuensi masalah
- produktivitas tim
CodeIgniter sering menang di sini karena:
- biaya mudah diprediksi
- sistem jarang rewel
- masalah relatif sederhana
Laravel sering terlihat “maju” di awal, tetapi beberapa bulan kemudian memunculkan pertanyaan sulit: mengapa biaya naik padahal fungsi bisnis tidak berubah?
Di sinilah konflik antara keindahan arsitektur dan efisiensi bisnis sering terjadi.
Contoh Anggaran Proyek Aplikasi Perusahaan
Karakter aplikasi:
- aplikasi internal perusahaan
- ±100–300 user aktif
- CRUD data operasional
- laporan periodik
- jam kerja aktif (08.00–18.00)
- tidak real-time berat
- target pemakaian 5 tahun
Anggaran Pengembangan Awal (Sekali Bayar)
Opsi A: Menggunakan CodeIgniter 3
Pengembangan relatif sederhana, fokus ke bisnis.
Perkiraan biaya:
- Analisis & desain sistem: 10–15%
- Development backend & frontend: 60–65%
- Testing & UAT: 10%
- Deployment & dokumentasi: 5–10%
Estimasi biaya pengembangan:
- Rp 120 – 180 juta
(tergantung kompleksitas & jumlah modul)
Tidak ada biaya tambahan untuk:
- arsitektur queue
- cache server
- background worker
Opsi B: Menggunakan Laravel
Arsitektur lebih kompleks, waktu setup lebih panjang.
Tambahan effort:
- konfigurasi environment
- setup queue & scheduler
- arsitektur cache
- struktur project lebih dalam
Estimasi biaya pengembangan:
- Rp 180 – 260 juta
Kenaikan biaya biasanya bukan karena fitur bisnis,
tapi karena arsitektur & setup framework.
Anggaran Server Bulanan (Operasional)
Sekarang bagian yang sering tidak dihitung dengan jujur.
CodeIgniter – Pola Umum di Perusahaan
Konfigurasi server:
- 1 VPS utama
- tanpa Redis
- tanpa worker background
- cron sederhana
Biaya bulanan kira-kira:
- VPS: Rp 300–600 ribu
- Backup & monitoring ringan: Rp 100 ribu
Total bulanan: ± Rp 400–700 ribu
Server ini sering:
- dipakai bertahun-tahun
- jarang upgrade
- stabil selama jam kerja
Laravel – Pola yang Sering Terjadi
Awalnya mirip, tapi berkembang.
Konfigurasi realistik:
- VPS utama (lebih besar)
- Redis / cache
- queue worker
- supervisor / process manager
Biaya bulanan kira-kira:
- VPS utama: Rp 700 ribu – 1,2 juta
- Redis / cache: Rp 200–400 ribu
- Worker tambahan: Rp 300–600 ribu
- Monitoring: Rp 100–200 ribu
Total bulanan: ± Rp 1,3 – 2,4 juta
Dan ini belum termasuk scaling saat load naik.
Biaya Tahunan Server
Sekarang kita hitung real cost.
CodeIgniter
- Rp 500 ribu × 12 bulan
≈ Rp 6 juta / tahun
Laravel
- Rp 1,8 juta × 12 bulan
≈ Rp 21,6 juta / tahun
Selisih tahunan:
➡️ ± Rp 15 juta / tahun
Biaya Server Selama 5 Tahun
Ini yang sering bikin manajemen kaget.
- CodeIgniter:
± Rp 30 juta / 5 tahun - Laravel:
± Rp 108 juta / 5 tahun
➡️ Selisih ± Rp 78 juta hanya dari server
Padahal:
- fitur bisnis sama
- jumlah user sama
- fungsi sama
Biaya Maintenance Tim IT (Sering Diabaikan)
CodeIgniter
- jarang incident
- debugging cepat
- tidak banyak service mati
- 1 engineer cukup
Estimasi:
- 5–8 jam / bulan maintenance
Laravel
- queue bisa mati
- cache bisa error
- worker overload
- deployment lebih sensitif
Estimasi:
- 15–25 jam / bulan maintenance
Jika 1 jam engineer = Rp 150 ribu:
- CodeIgniter:
± Rp 900 ribu / bulan - Laravel:
± Rp 3 – 3,7 juta / bulan
Ini biaya manusia, bukan server.
Total Cost of Ownership (5 Tahun, Kasar)
CodeIgniter
- Development: ± Rp 150 juta
- Server 5 tahun: ± Rp 30 juta
- Maintenance IT: ± Rp 54 juta
Total ± Rp 234 juta
Laravel
- Development: ± Rp 220 juta
- Server 5 tahun: ± Rp 108 juta
- Maintenance IT: ± Rp 180 juta
Total ± Rp 508 juta
➡️ Hampir 2× lipat
Kapan Laravel Justru Lebih Masuk Akal Secara Biaya
Penting untuk jujur: Laravel bukan selalu pilihan mahal yang salah.
Laravel sangat masuk akal jika:
- sistem sangat kompleks
- banyak proses asynchronous
- beban data besar
- workflow tidak linear
- skala tumbuh cepat
Dalam kondisi ini, biaya server memang tinggi, tetapi biaya tersebut sebanding dengan nilai bisnis yang dihasilkan.
Masalah muncul ketika Laravel digunakan untuk aplikasi yang seharusnya sederhana.
Kapan CodeIgniter Justru Menjadi Jebakan
Sebaliknya, CodeIgniter juga bukan solusi ajaib.
Ia bisa menjadi masalah jika:
- sistem tumbuh tanpa arsitektur yang jelas
- logika bisnis bercampur sembarangan
- tidak ada disiplin struktur
- aplikasi berkembang di luar kapasitas desain awal
Dalam kondisi ini, CodeIgniter bisa menimbulkan biaya maintenance manusia yang besar, walaupun biaya server tetap rendah.
Framework yang Tepat adalah yang Selaras dengan Realitas Bisnis
Perbandingan CodeIgniter dan Laravel tidak boleh dilakukan di ruang hampa. Ia harus dilakukan dengan mempertimbangkan:
- skala bisnis
- pola penggunaan aplikasi
- kemampuan tim IT
- toleransi downtime
- anggaran jangka panjang
Framework yang salah bisa menggerogoti anggaran secara perlahan, tanpa terasa, sampai akhirnya menjadi beban serius.
Kesimpulan
CodeIgniter bukan framework kuno yang harus ditinggalkan.
Laravel bukan framework mahal yang harus dihindari.
Masalah sebenarnya adalah ketidakselarasan antara framework dan kebutuhan bisnis.
Di banyak perusahaan, CodeIgniter menang karena:
- sederhana
- stabil
- hemat server
- biaya bisa diprediksi
Laravel menang ketika:
- kompleksitas memang dibutuhkan
- arsitektur besar memberi nilai bisnis
- perusahaan siap membayar biaya infrastrukturnya
Framework bukan soal gaya.
Framework adalah komitmen biaya jangka panjang.
