FORE Coffee Jadi ‘Starbucks Lokal’? Ini Analisis Bisnisnya

FORE Coffee Jadi ‘Starbucks Lokal’? Ini Analisis Bisnisnya

Published: 04 Agu 2025

SEOsatu – Setiap kali aku nongkrong di FORE Coffee—baik buat kerja, nunggu temen, atau sekadar nyicipin menu baru—selalu ada satu pertanyaan muncul di kepala:

“Bisa gak sih FORE Coffee jadi versi Starbucks-nya Indonesia?” Gak cuma soal kopi, tapi secara brand image, pengalaman, dan kekuatan bisnis.

Pertanyaan ini makin relevan karena FORE berkembang cepet banget dalam beberapa tahun terakhir. Outlet-nya muncul di banyak mall, pusat kota, bahkan dekat perumahan.
Tapi… apakah itu cukup buat jadi “Starbucks lokal”?

Nah, di artikel ini aku akan bongkar analisaku secara jujur, pakai kacamata konsumen & pengamat bisnis kopi lokal. Siap-siap, bro.


1. Skalabilitas: FORE Punya Pondasi yang Kuat

Dari sisi ekspansi, FORE menunjukkan potensi yang jelas:

  • Lebih dari 100 outlet di berbagai kota besar

  • Format outlet beragam: dari grab-and-go, booth kecil, hingga full dine-in

  • Sistem digital solid: semua terkoneksi lewat apps (order, payment, loyalty)

Mereka bangun ekosistem digital sejak awal. Ini strategi yang Starbucks bahkan telat lakukan di Indonesia.

Kalau ngomongin scalable model, FORE udah punya kerangka yang bisa direplikasi cepat.
Bukan cuma kopi enak, tapi pengalaman digital yang seamless.


2. Branding: Cerdas & Relevan

FORE itu unik karena gak mencoba meniru Starbucks secara langsung.
Mereka gak jual “kopi fancy rasa internasional”.
Mereka jual kopi kekinian dengan pendekatan lokal, modern, dan personal.

Contohnya:

  • Pandan Latte, Es Kopi Aren, Butterscotch Sea Salt — rasa yang dekat dengan lidah Indonesia

  • Branding soft, clean, dan ramah anak muda

  • Tone sosial media santai tapi profesional

Bahkan banyak netizen bilang: “FORE itu seperti versi Starbucks yang gak sok elit, tapi tetap estetik dan enak.”

Branding kayak gini yang bikin anak muda ngerasa relate dan nyaman.
Sementara Starbucks mulai keliatan “terlalu global” dan kurang adaptif ke lokal taste.


3. Harga & Value for Money: FORE Jelas Unggul

Ini bukan soal murah doang, tapi soal “harga yang sesuai dengan experience-nya.”

Brand Rata-rata Harga Kesan Konsumen
Starbucks Rp45.000–Rp75.000 Premium, elit, mahal untuk daily
FORE Rp25.000–Rp40.000 Terjangkau, modern, bisa buat ngopi harian

Dengan harga setengahnya, FORE kasih:

  • Kualitas kopi yang bersaing

  • Tempat yang nyaman

  • Apps dengan loyalty yang beneran rewarding

Kalau aku harus pilih buat kopi rutin harian, jelas aku pilih FORE.


4. Teknologi & Loyalitas: Ini Jurus Andalan FORE

Salah satu hal paling keren dari FORE adalah:
apps mereka gak cuma jadi tempat order, tapi jadi alat loyalitas aktif.

Tiap pembelian = point
Point = bisa tukar voucher atau free drink
Naik level = dapet benefit eksklusif (Gold, Platinum, dst.)

Sistem kayak gini bikin pelanggan balik lagi dan lagi.
Sementara Starbucks? Baru punya sistem serupa, tapi terlalu “berat” buat sebagian pengguna di sini.

Teknologi adalah keunggulan strategis FORE yang bisa jadi pembeda utama.


5. Kelemahan & Tantangan FORE Saat Ini

Walau punya potensi gede, FORE juga punya beberapa tantangan kalau mau beneran sejajar sama Starbucks:

🔸 Konsistensi Rasa Antar Outlet

Kadang ada perbedaan rasa antara satu gerai dengan yang lain.
Starbucks punya SOP super ketat, sedangkan FORE masih kadang “tergantung barista”.

🔸 Belum Terlalu Kuat di Tier 2/3 City

Kebanyakan outlet masih fokus di kota besar: Jakarta, Bandung, Surabaya.
Kalau mau jadi “Starbucks Lokal”, harus bisa masuk Jogja, Palembang, Solo, Samarinda, dll.

🔸 Ekspektasi Konsumen Meningkat

Karena branding FORE bagus, konsumen jadi menuntut lebih.
Sedikit aja kecewa, langsung viral. Ini jadi beban reputasi yang harus dikelola.


Insight Tambahan: Kenapa Banyak Brand Gagal Saingi Starbucks?

Beberapa kopi lokal pernah coba tampil “mirip” Starbucks, tapi gagal karena:

  • Niru gaya luar tanpa adaptasi lokal

  • Harga tinggi, experience biasa aja

  • Gak punya sistem loyalitas atau apps yang sustain

FORE beda. Dia gak niru. Dia bikin identitas sendiri.
Dan ini modal penting kalau mau jadi “raksasa kopi lokal.”


Kesimpulan: Bisa Gak FORE Jadi Starbucks-nya Indonesia?

Jawabannya: Bisa. Tapi dengan catatan.

FORE punya:
✅ Teknologi kuat
✅ Branding yang dekat dengan pasar
✅ Harga masuk akal
✅ Varian rasa lokal-friendly
✅ Loyal customer base lewat apps

Tantangannya ada di:
⚠️ Konsistensi
⚠️ Ekspansi
⚠️ Operational excellence

Tapi kalau semua dijaga & dikembangkan, aku optimis:
FORE bisa jadi ikon kopi modern Indonesia — bahkan bisa go regional.


Kamu sendiri gimana, bro?
Team yang percaya FORE bisa jadi Starbucks lokal, atau skeptis dan masih lebih nyaman nongkrong di green mermaid itu?

Drop opinimu, kita diskusi!

5 1 vote
Article Rating
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments