Eks Mata Elang: Dibayar per Unit, Tapi Risiko Ditanggung Sendiri!

Published: 03 Agu 2025

Namanya Yayan. Umur 32. Dulu dia kerja sebagai teknisi AC. Tapi sejak pandemi, job sepi. Tahun 2021 dia dapat tawaran jadi “freelance recovery” untuk sebuah leasing motor. Gak pakai kontrak, gak ada gaji tetap. Cuma satu sistem yang berlaku: dibayar per unit yang berhasil ditarik.

“Awalnya gue pikir ini cuma kerja bantu-bantu, kayak nganter surat peringatan doang,” kata Yayan waktu gue wawancarai via DM. “Tapi ternyata… ini dunia yang keras, bro.”

Apa yang dia alami selama 1,5 tahun jadi mata elang atau debt collector freelance, bikin kita sadar: kadang, mereka juga korban dari sistem yang kejam.

Gaji Per Unit, Tapi Bukan Gampang

“Satu unit motor itu dihargai beda-beda. Tergantung leasing-nya, kondisi motor, dan lama tunggakan,” jelas Yayan.

  • Motor nunggak 1 bulan = dibayar Rp200 ribu

  • Motor nunggak 3 bulan = bisa Rp350–400 ribu

  • Tapi kalau motor susah dicari, bisa naik sampai Rp600 ribu

Keliatannya enak, ya? Tapi semua itu baru cair kalau motor berhasil ditarik. Kalau nggak? Ya, boncos.

“Gue pernah 3 hari muter-muter nyari satu unit di daerah Tambun. Dapat info dari temen, katanya motornya disembunyiin di kontrakan saudara. Pas nyamperin? Ternyata udah dipindahin. Rugi bensin, waktu, capek — dan gak dibayar sepeser pun.”

Gak Ada Asuransi, Gak Ada Perlindungan

Ini yang paling ngenes. Semua risiko ditanggung sendiri.

“Pernah gue ditodong pake pisau,” cerita Yayan.
Dia dan dua temannya waktu itu coba jemput motor di rumah pemilik yang nunggak 4 bulan. Mereka udah minta surat kuasa dari leasing, tapi si pemilik gak terima.
“Katanya gue maling. Diancam dilaporin polisi. Gue jelasin baik-baik, tapi dia malah ngajak ribut.”

Masalahnya, meski udah pegang surat resmi, mata elang tetap dianggap warga biasa. Gak ada tanda pengenal khusus dari negara, gak ada pelatihan khusus, dan jelas-jelas gak ada perlindungan hukum.

“Kalau kita babak belur, leasing cuma bilang: ‘hati-hati di lapangan ya, Mas’. Udah. Gak ada bantuan hukum, gak ada uang perawatan. Semua ditanggung sendiri.”

Serba Gak Jelas Tapi Jalan Terus

Menurut Yayan, banyak mata elang yang kerja tanpa tahu status hukum kerja mereka.

“Gak ada kontrak. Gak ada BPJS. Gak ada cuti. Kerja jalan terus. Kalau lagi musim lebaran atau akhir tahun, target malah naik,” ujarnya.

Mereka kadang diminta narik 10 unit dalam sebulan. Tapi gak semua bisa dicapai.

“Kalau lo gagal capai target, lo bakal pelan-pelan ditinggal. Gak dikasih data lagi. Jadi lo diem aja, gak ada kerjaan.”

Sumber Data Bisa dari Mana Aja

Mata elang freelance ini juga kadang dapet data dari aplikasi pelacak komunitas, grup WhatsApp internal, bahkan tetangga.

“Kadang kita dikasih info dari grup: ‘motor A terakhir terlihat di pom bensin daerah ini’. Nah, dari situ kita tracking,” jelas Yayan.

Tapi metode kayak gini sering kali melanggar privasi. Dan banyak di antaranya pakai metode intimidasi halus.

“Gue gak pernah kasar, tapi banyak temen gue yang kalau gak dikasih info, bakal terus nongkrongin rumah orang. Itu bentuk tekanan mental juga, kan?”

Dilema Moral dan Tekanan Ekonomi

“Gue pernah narik motor seorang ibu yang bilang dia cuma jualan cilok buat nyekolahin anak,” kenangnya.
Waktu itu, motor udah nunggak 5 bulan. Leasing kasih ultimatum: tarik, atau gak dapet fee.
“Akhirnya gue tarik juga, dengan berat hati. Gue bantu buatin surat keterangan biar dia bisa ajukan restrukturisasi, tapi tetap aja… motor itu alat cari nafkahnya.”

Menurut Yayan, banyak mata elang yang sebenarnya gak nyaman dengan kerjaan ini. Tapi karena desakan ekonomi, mereka jalan terus.

“Gaji UMR aja susah dicari. Di sini, kalau rajin, bisa dapet 5–7 juta per bulan. Tapi itu pun gak pasti. Kalo gagal target, bisa gak dapet apa-apa.”

Pindah Haluan, Tapi Luka Masih Tersisa

Yayan berhenti akhir 2022. Sekarang dia kerja sebagai admin gudang di perusahaan logistik.
“Tiap kali lihat orang diintimidasi karena utang, gue inget masa lalu. Makanya gue cerita ini, supaya orang ngerti, di balik penagihan itu ada banyak hal gak beres.”

Dia gak mau bela diri. Dia tahu, apa yang dia lakukan mungkin nyakitin orang lain.

“Tapi sistemnya emang rusak dari awal. Leasing kasih kredit semudah itu, tanpa edukasi. Terus mereka lepas tangan waktu penagihan. Kita disuruh jadi ‘eksekutor’ tanpa perlindungan. Gila gak?”

Penutup: Di Balik Mata Elang, Ada Manusia Juga

Tulisan ini bukan buat membela mata elang. Tapi buat ngasih gambaran kalau di balik profesi yang sering dicap “penjagal motor”, ada juga orang yang lagi berjuang hidup.

Dan buat para korban, penting juga buat ngerti sistemnya. Bahwa kadang yang datang ke rumah lo bukan orang jahat — tapi orang yang juga gak punya pilihan.

Karena pada akhirnya, yang paling jahat bukan si peminjam atau penagih, tapi sistem yang bikin dua-duanya saling menyakiti.

0 0 votes
Article Rating
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments