Aplikasi Mata Elang Semakin Canggih: Korban Jadi Gak Sadar Dilacak

Published: 03 Agu 2025

SEOsatu – Dulu, kata “mata elang” identik sama cowok berjaket hitam, nongkrong depan minimarket sambil ngerokok, terus nelpon sambil ngawasin plat nomor.

Sekarang? Mata elang bisa duduk di kamar, pake aplikasi doang, dan tetap bisa nge-track siapa aja yang nunggak cicilan. Seremnya, banyak orang bahkan gak sadar kalau mereka lagi dilacak.

Di era digital, istilah “mata elang” naik level. Mereka bukan lagi cuma tim lapangan. Tapi udah masuk ke ranah teknologi. Dan di balik kemajuan itu, muncul satu pertanyaan penting: sejauh mana privasi kita masih aman?

Apa Itu Aplikasi Mata Elang?

Gampangnya, ini aplikasi atau platform yang membantu tim penagihan (biasanya leasing motor, pinjol, atau pihak ketiga) untuk memantau kendaraan atau orang yang punya tunggakan. Tapi bukan sekadar ngecek dari sistem internal, beberapa aplikasi ini bahkan udah kayak “komunitas digital”.

Misalnya:

  • Ada fitur upload plat nomor

  • Ada pelacak lokasi terakhir terlihat

  • Ada sistem poin buat member yang aktif kasih info

  • Bahkan, ada sistem reward kayak “cashback” per info valid

Gak semua aplikasi terbuka ke publik, tapi beberapa tersebar di forum underground atau grup WhatsApp tertutup.

Kok Bisa Dilacak?

Inilah bagian yang bikin miris. Gak semua pelacakan itu pakai sistem resmi. Kadang, info itu datang dari:

  • Lokasi GPS bekas share lokasi

  • Postingan medsos yang gak sengaja bocorin plat nomor

  • Tetangga atau ojek online yang lihat kendaraan dan lapor via aplikasi

  • CCTV publik yang direkam dan dishare

Artinya, orang bisa aja dilacak hanya karena update status di IG story lagi nongkrong di warung, dan helmnya kelihatan. Serem? Banget.

Batas Etik atau Sudah Langgar Hukum?

Nah, ini yang mulai blur. Beberapa pihak leasing atau kolektor bilang ini cara efisien dan “proaktif”. Tapi, di sisi korban, ini jelas bentuk pelanggaran privasi.

Bayangin aja: lo udah telat bayar 3 bulan, belum ada panggilan resmi, tapi tiba-tiba ada orang nyamperin rumah, tahu plat nomor, tahu lokasi kerja, bahkan tahu lo kemarin beli nasi goreng di pinggir jalan. Darimana mereka dapet datanya?

Masalahnya, regulasi di Indonesia belum benar-benar jelas soal ini. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) baru disahkan, tapi implementasinya belum maksimal. Sementara itu, aktivitas pelacakan terus jalan.

Korban Gak Sadar, Tapi Udah Dipantau

Banyak yang baru sadar diawasi setelah kejadian gak enak. Misalnya:

  • Tiba-tiba didatangi di tempat kerja

  • Keluarga dapet telepon dari “orang gak dikenal”

  • Dikirimi foto kendaraan dari lokasi random

Dan ini bukan sekadar cerita horor. Gue dapet beberapa testimoni pribadi (nama disamarkan):

  • Reni (27): “Gue telat bayar motor 2 bulan, eh tau-tau ada yang kirim foto rumah gue, katanya temen dari aplikasi komunitas. Sumpah, merinding.”

  • Yoga (30): “Gue upload story pas lagi cuci motor. Besoknya, orang dateng nyamperin, bilang dia tahu dari ‘komunitas pelacak’. Ngeri banget.”

Kenapa Aplikasi Ini Bisa Tumbuh?

Sederhana: karena efisien buat pihak pemberi kredit, dan nguntungin buat para mata elang freelance. Modelnya mirip crowdsourcing — semakin banyak anggota, semakin cepat pelacakan. Dan gak semua dari mereka dibayar tetap. Ada juga yang dibayar per “hasil”.

Contohnya:

  • Satu pelacakan valid bisa dibayar Rp20.000 – Rp50.000

  • Dapet bonus kalau berhasil “bantu eksekusi”

Buat sebagian orang yang butuh penghasilan tambahan, ini peluang. Tapi di sisi lain, ini membuka ruang penyalahgunaan.

Apa Bahayanya Buat Kita?

  1. Privasi bocor tanpa izin
    Lo bisa dilacak tanpa tahu siapa yang melacak. Dan datanya bisa disebar seenaknya.

  2. Ancaman fisik atau psikologis
    Banyak korban ngerasa trauma setelah didatangi, apalagi kalau penagihnya bawa rombongan.

  3. Data bisa jatuh ke tangan salah
    Bayangin kalau data lo dipakai buat kejahatan lain, atau dijual lagi ke pihak tak bertanggung jawab.

  4. Kekacauan identitas
    Pernah ada kasus salah target. Orang yang gak punya utang didatangi karena plat nomornya mirip.

Apakah Legal?

Kalau pelacakan dilakukan tanpa izin, tanpa dasar hukum, dan bukan oleh lembaga resmi, maka bisa dikategorikan sebagai pelanggaran UU ITE atau UU Perlindungan Data Pribadi.

Tapi, karena regulasi masih “abu-abu” dan penegakan hukum di lapangan lemah, praktik ini terus berlangsung.

Jadi, Gimana Cara Lindungi Diri?

  1. Minimalkan jejak digital
    Jangan asal upload plat nomor, lokasi rumah, atau hal sensitif di media sosial.

  2. Jangan share lokasi ke publik
    Beberapa aplikasi bisa simpan histori lokasi lo tanpa sadar.

  3. Laporkan aktivitas mencurigakan
    Kalau ada yang tiba-tiba tahu banyak soal lo, tanyakan asal datanya. Kalau perlu, laporkan.

  4. Selesaikan utang secara legal
    Kalau emang nunggak, mending komunikasi langsung ke pihak leasing atau pinjol resmi. Jangan tunggu didatangi.

Penutup: Teknologi Bisa Bantu, Tapi Juga Bisa Mengintai

Aplikasi mata elang mungkin diciptakan untuk efisiensi, tapi saat jatuh ke tangan yang salah, dia bisa berubah jadi senjata berbahaya. Bukan cuma soal utang — ini soal keamanan dan martabat kita sebagai individu.

Jadi bro, penting buat kita paham bahwa di era digital, musuh gak selalu yang kelihatan. Kadang, mereka ngintip dari balik layar.

0 0 votes
Article Rating
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments