SEOsatu – Kalau ada yang nanya, “Apa keputusan terburuk dalam hidup lo?” Aku bisa jawab: buka usaha bareng temen tanpa hitam di atas putih.
Bukan karena niatnya buruk. Tapi karena kita terlalu percaya satu sama lain.
Dan itulah awal dari kehancuran.
Table of Contents
Awal Mula: Ide Ngopi Jadi Bisnis
Waktu itu, aku sama dua temen deket dari SMA lagi nongkrong di kafe, ngeluh soal kerjaan. Satu kerja di agensi, burnout tiap minggu. Satunya lagi freelance tapi sering skip bayar tagihan. Aku? Baru resign dan bingung mau ngapain.
Dari situ lahir ide random:
“Kenapa kita nggak buka usaha sendiri aja?”
Kita sepakat buka thrift shop online. Kebetulan temenku yang satu punya koneksi barang bekas branded dari Jepang. Aku pegang desain dan marketing, satu lagi urus logistik dan keuangan.
Tanpa banyak mikir, langsung jalan.
Tanpa legalitas. Tanpa perjanjian tertulis. Semua cuma modal:
“Udah lah bro, kita temenan udah 10 tahun. Masa sih sampe ribut?”
Awalnya Jalan Lancar…
Tiga bulan pertama, jualan jalan. Followers naik, order masuk. Kita bahkan sempet dapet fitur dari akun fashion lokal gede. Lumayan nendang. Ada order dari Malaysia, ada yang repeat order.
Kita mulai berani mikir besar:
-
Mau buka booth offline
-
Mau impor dalam skala lebih besar
-
Mau hire staf
Tapi… justru dari situ semuanya mulai rusak.
Masalah Dimulai Saat Uang Masuk
Mulai muncul gesekan kecil:
-
Temen A telat setor hasil penjualan dari Shopee
-
Temen B mulai ambil keputusan sendiri tanpa diskusi
-
Aku bingung kenapa stok sering ilang tapi nggak ada catatan
Awalnya aku tahan. Tapi makin lama, makin kerasa:
Bisnis ini udah nggak sehat.
Keuangan makin kacau, laporan nggak ada, uang modal muter nggak jelas.
Sampai suatu hari, aku iseng buka dashboard marketplace. Dan shock.
Barang yang harusnya stok 20 pcs, tinggal 2.
Saldo toko tinggal Rp80.000. Padahal seminggu lalu, kita closing Rp3 juta.
Aku tanya baik-baik ke temenku, dia malah defensif:
“Santai aja kali, kan gue yang urus. Lu tinggal promosi doang.”
Dari situ mulai panas.
Pecah Kongsi Tanpa Kata Maaf
Singkat cerita, kita adu argumen. Saling nyalahin.
Dari yang awalnya cuma bahas stok, jadi bawa-bawa masalah pribadi:
“Lu dari awal juga nggak ngapa-ngapain.”
“Lu cuma numpang nama doang, kerjaan lu juga bisa gue handle.”
“Kalo bukan karena gue, bisnis ini nggak bakal jalan.”
Akhirnya, kita sepakat “bubar”. Tapi bubarnya juga tanpa penyelesaian.
Uang modal sisa? Nggak pernah balik. Barang sisa? Entah di mana.
Dan yang paling nyesek:
Persahabatan 10 tahun kandas cuma karena Rp2 juta.
Pelajaran Pahit Tapi Berharga
Gagal buka usaha bareng temen itu bukan cuma soal rugi duit. Tapi rugi kepercayaan, rugi emosi, rugi waktu, rugi pertemanan.
Dan dari pengalaman pahit ini, aku belajar beberapa hal:
-
Temen baik ≠ Partner bisnis yang baik
Temenan asik bukan berarti bisa kerja bareng. Di bisnis, karakter orang bakal keluar aslinya—terutama saat uang mulai masuk. -
Uang bisa mengubah semuanya
Termasuk orang yang kamu pikir paling loyal. Uang itu kayak cermin: memperlihatkan sisi egois yang tersembunyi. -
Semua harus ada hitam di atas putih
Mau itu temen deket, sahabat, bahkan saudara—kalau bisnis, wajib bikin perjanjian tertulis. Supaya kalau nanti ada masalah, kita punya pegangan hukum. -
Pisahkan peran dengan jelas sejak awal
Siapa pegang uang, siapa handle promosi, siapa manage customer. Jangan cuma berdasarkan “yaudah nanti dibagi rata aja deh”. -
Lebih baik kehilangan uang daripada kehilangan orang
Tapi kalo bisa, jangan dua-duanya. Karena jujur, kehilangan uang masih bisa kerja lagi. Tapi kehilangan sahabat yang udah nemenin belasan tahun? Nggak ada gantinya.
Setelah Itu, Gimana?
Jujur, setelah kejadian itu aku sempat trauma buka usaha bareng siapa pun.
Sempet juga ngerasa nyesel:
“Harusnya dulu gua sendiri aja dari awal. Harusnya gua lebih tegas. Harusnya gua lebih paham legalitas.”
Tapi ya nggak bisa terus-terusan nyalahin masa lalu.
Akhirnya aku mulai dari nol lagi. Bangun bisnis sendiri.
Kecil-kecilan. Tanpa partner.
Sekarang?
Nggak spektakuler. Tapi setidaknya semua di bawah kendali.
Dan yang paling penting: aku nggak harus kehilangan siapa-siapa lagi.
Penutup: Jangan Buta Karena Euforia
Kalau kamu sekarang lagi mikir buat buka usaha bareng temen, satu saran dariku:
Jangan mabuk euforia.
Bikin perjanjian, pisahkan urusan pribadi dan kerjaan, dan jangan takut kelihatan “kaku” demi menjaga hubungan jangka panjang.
Karena percaya itu penting, tapi mengamankan kepercayaan itu lebih penting.
Dan kalau pada akhirnya usahamu gagal, semoga bukan karena kamu kehilangan teman dan uang di saat yang bersamaan. Karena itu… rasanya pahit banget, bro.