SEOsatu – Di tengah naiknya tren pemanfaatan AI seperti ChatGPT, banyak kreator dan blogger yang mulai memanfaatkan teknologi ini untuk membuat konten lebih cepat. Namun muncul dua tantangan besar: risiko plagiarisme dan konten terdeteksi sebagai buatan AI, yang bisa menurunkan kredibilitas dan performa SEO.
Bagaimana caranya agar tetap bisa memanfaatkan ChatGPT untuk membuat konten, tetapi hasilnya tetap unik, natural, dan bisa dimonetisasi secara sah?
Berikut strategi dan praktik nyata yang bisa kamu lakukan.
Table of Contents
- 1 1. Jangan Copy-Paste Langsung dari ChatGPT
- 2 2. Tambahkan Sudut Pandang Personal atau Lokal
- 3 3. Gunakan Gaya Bahasa Natural Manusia
- 4 4. Kombinasikan Konten AI dengan Riset Data Nyata
- 5 5. Uji Kelolosan AI & Plagiarisme Sebelum Publish
- 6 6. Fokus Monetisasi di Platform yang Tidak Terlalu Sensitif terhadap AI
- 7 7. Tambahkan Elemen Non-Teks (gambar, data visual, testimoni)
1. Jangan Copy-Paste Langsung dari ChatGPT
Meski hasil ChatGPT terlihat rapi, konten yang diambil mentah bisa:
-
Terlalu umum (kurang sudut pandang unik)
-
Terbaca seperti “robot” oleh pembaca manusia
-
Teridentifikasi oleh alat pendeteksi AI (seperti Originality.ai, GPTZero)
Solusinya: gunakan output ChatGPT sebagai draft awal atau kerangka ide, lalu lakukan penyusunan ulang manual.
2. Tambahkan Sudut Pandang Personal atau Lokal
Hal paling ampuh untuk membuat konten bebas dari kesan AI adalah memberikan perspektif pribadi.
Contoh:
-
Jika topiknya tentang “cara jualan online”, tambahkan pengalaman kamu jualan di Shopee, Tokopedia, atau IG.
-
Jika topiknya tentang “cara menjaga privasi saat kirim paket”, beri contoh nyata yang pernah kamu alami.
Sudut pandang ini tidak bisa dibuat oleh AI, sehingga akan memperkuat orisinalitas tulisanmu.
3. Gunakan Gaya Bahasa Natural Manusia
Tanda konten buatan AI biasanya:
-
Terlalu rapi dan formal
-
Tidak punya emosi atau opini tegas
-
Tidak menyebut contoh lokal atau referensi nyata
Untuk menghindarinya, biasakan:
-
Menulis dengan gaya santai dan percakapan
-
Gunakan kosakata khas lokal (misalnya: “nggak”, “udah”, “pas banget”, dll)
-
Sesekali beri reaksi pribadi, seperti “menurut saya”, “pengalaman saya waktu itu…”
4. Kombinasikan Konten AI dengan Riset Data Nyata
Jangan hanya mengandalkan AI. Kamu bisa:
-
Cek data terbaru dari Google Trends
-
Ambil kutipan dari forum seperti Quora, Reddit, atau Kaskus
-
Gunakan hasil survei, statistik, atau pengalaman pembaca
Dengan begini, kontenmu menjadi kaya referensi dan tidak sekadar re-write dari database ChatGPT.
5. Uji Kelolosan AI & Plagiarisme Sebelum Publish
Sebelum dipublikasikan, uji artikelmu dengan:
-
Plagiarism checker (misalnya: Grammarly, Copyscape, PlagiarismDetector.net)
-
AI detector (misalnya: Originality.ai, Content at Scale, GPTZero)
Jika lolos dua alat ini, besar kemungkinan konten kamu:
-
Tidak menjiplak konten orang lain
-
Tidak terdeteksi sebagai buatan AI
Ini penting jika kamu ingin artikel diterima AdSense, kerjasama brand, atau terbit di media besar.
6. Fokus Monetisasi di Platform yang Tidak Terlalu Sensitif terhadap AI
Beberapa platform cenderung lebih toleran terhadap konten AI jika tetap unik dan memberi manfaat, misalnya:
-
Medium (selama tidak copas mentah)
-
Substack (newsletter berbayar)
-
Blog WordPress pribadi dengan iklan AdSense
-
Ebook di Google Play Books atau Gumroad
Sementara beberapa platform freelance (seperti Upwork atau Fiverr) mengharuskan deklarasi penggunaan AI jika konten dibuat dengan bantuan tool.
7. Tambahkan Elemen Non-Teks (gambar, data visual, testimoni)
Salah satu cara paling jitu untuk menambah nilai orisinal adalah dengan menyisipkan:
-
Infografis buatan sendiri
-
Screenshot pengalaman atau data
-
Hasil polling di sosial media
-
Testimoni asli
Hal-hal seperti ini tidak bisa dihasilkan oleh ChatGPT dan membuat kontenmu benar-benar khas.
Penutup
Memakai ChatGPT bukan berarti harus membuat konten asal-asalan. Jika kamu tahu cara mengolahnya, kamu justru bisa menciptakan konten yang unik, lolos plagiarisme, tidak terdeteksi AI, dan layak dimonetisasi.
Kuncinya adalah tetap menyisipkan sudut pandang manusia, riset nyata, dan gaya bahasa yang tidak terlalu generik.